NasionalBeritaDaerahEkonomi BisnisPemerintahan

Tantangan Menanti DLHK Babel, Dalam Upaya Rehabilitasi Lahan Bekas Tambang

Bagikan Berita

Pangkalpinang,BERITACMM.com

Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Babel kembali dihadapkan dengan tantangan besar dalam upaya merealisasikan rehabilitasi lahan bekas tambang timah yang ada di Negeri Serumpun Sebalai ini.

Kepala DLHK Babel, Fery Apriyanto membeberkan, bahwa ada beberapa tantangan yang akan dihadapi pihaknya demi menyukseskan program tersebut, terutama tantangan itu pada status lahan yang akan dilakukan rehabilitasi.

Oleh karna itu, pihaknya kedepan akan berupaya memberikan sosialisasi terbaik terkait rehabilitasi lahan ini kepada masyarakat. sehingga apa yang menjadi tujuan pihaknya dalam perbaikan lingkungan dapat benar-benar di optimalkan.

“Artinya apa status lahan di lapangan ini tetap menjadi sesuai kepemilikan lahan. Jadi perusahaan-perusahaan yang ada di Babel terutama tambang pada prinsipnya menghargai kepemilikan lahan yang ada di lapangan, jadi prinsip untuk rehab lahan itu bagaimana kita memperbaiki hubungan,” kata Fery, usai kegiatan FGD terkait rehabilitasi lahan bekas tambang yang terlantar, berlangsung di Novotel Hotel, Senin (20/03/2023).

Tantangan lainnya, lanjut Fery, terkait dinamika pembukaan lahan di Babel yang cukup tinggi. Dimana dalam hal ini dirinya berharap dapat dioptimalkan dalam bentuk kemitraan usaha pertambangan maupun lainnya.

Sehingga, masyarakat dapat secara mandiri menjaga lingkungan, serta pelaku usaha dapat bertanggung jawab untuk pembukaan lingkungan tersebut.

“Kedepan bagaimana sama-sama kita optimalkan bentuk kemitraan usaha pertambangan ataupun bagaimana bentuk kemitraan usaha dalam pengelolaan HTI yang melibatkan masyarakat, yang tujuannya untuk mensejahterakan masyarakat,” ungkapnya.

Kepala DLHK Babel ini juga menambahkan, bahwa lahan kritis di Babel saat ini kurang lebih berjumlah 162 ribu hektar diantaranya, kurang lebih 60-an ribu hektar di kawasan hutan, pada wilayah yang memiliki Izin Usaha Pertambangan (IUP) kurang lebih 67 ribu hektar, dan sisanya pada kawasan peruntukan lain seperti APL serta kawasan masyarakat.

Dengan total yang cukup tinggi ini, menurut Fery, juga menjadi salah satu alasan untuk sesegera mungkin dilakukan rehabilitasi lahan tersebut.

“Jadi total seperti itu yang harus kita secara bersama-sama untuk dilakukan percepatan rehab lahannya,” tuturnya.

Sementara itu, untuk data jumlah ‘kolong’ atau lahan bekas tambang di Babel belum dapat dibeberkan secara rinci oleh pihaknya.

Akan tetapi, menurut Fery, jumlah ‘kolong’ yang berada di Kabupaten ataupun Kota di Babel ini dinilai cukup banyak. Dan akan diupayakan agar dapat dilakukan konservasi terkait ‘kolong-kolong’ bekas tambang ini.

“Karna disatu sisi kolong ini adalah hal yang positif kedepan untuk menampung air, sebagaimana diketahui Babel bukan daerah yang memilki batuan/tanah yang mengandung ataupun menyerap air,” jelasnya.

Apalagi, dijelaskan Fery, hampir seluruh PDAM yang ada di Babel sumber airnya yaitu pada ‘kolong’ bekas tambang dan bukan dari air bor.

“Jadi dengan kolong sebetulnya memberikan dampak positif kedepan, apabila kedepan kita sama-sama melakukan konservasi terkait dengan kolong ini dan (juga-red) agar kedepan  kolong ini memberikan kontribusi yang positif untuk ketersediaan air bersih kita di Babel,” pungkasnya.

(Jek)
Sumber Foto: Ekuatorial

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *