BeritaDaerahEkonomi BisnisNasional

BRiNST Dorong Pemerintah Evaluasi RKAB Perusahaan Smelter Timah di Indonesia

Bagikan Berita

Pangkalpinang,BERITACMM.com

Indonesia merupakan negeri yang memiliki sumber daya alam cukup besar, salah satunya pada sektor pertambangan mineral dan batu bara yaitu timah.

Indonesia juga berperan penting dalam penyediaan bahan baku timah dunia. Total cadangan timah dunia pada awal 2020 tercatat sebesar 4,74 juta ton logam timah, di mana cadangan timah Indonesia tercatat sebesar 800 ribu ton logam.

Namun, apabila eksploitasi yang tak bisa dikendalikan dengan baik, maupun ekspor timah yang jor-joran tentu akan berdampak buruk pada pertimahan nasional, dan juga akan berdampak kepada lambatnya pertumbuhan ekonomi di kawasan penghasil timah itu, dimana salah satunya yakni Bangka Belitung (Babel).

Demikian hal ini pula yang menjadi salah satu sorotan dari Babel Resource Institute (BRiNST), terhadap kondisi pertimahan di Indonesia saat ini.

Oleh karna itu, menurut Direktur BRiNST, Teddy Marbinanda, Pemerintah harus melakukan evaluasi terhadap Rencana Kerja Anggaran Belanja (RKAB) perusahaan smelter timah di Indonesia.

Ditambah lagi, saat ini praktik penambangan timah secara Ilegal dan jual beli timah di kalangan kolektor atau pengepul timah ilegal masih terjadi di Babel. Indikasi itu juga diperkuat dengan angka Ekspor Smelter Swasta pada tahun 2022 lalu yang mencapai 54.255 MT atau lebih tinggi dari angka Ekspor PT Timah Tbk yang hanya 19.825 MT saja.

“Dalam catatan kami, BKPK pada tahun 2022 lalu menilai perlu adanya pembenahan tata kelola industri timah dalam negeri, seiring adanya potensi kerugian negara Rp 2,5 triliun dari pertambangan tanpa izin (PETI) di wilayah operasi PT Timah Tbk (TINS). Temuan yang didapati oleh BPKP ini seharusnya dicermati oleh pihak-pihak terkait termasuk aparat penegak hukum,” kata Teddy, kepada awak media, Selasa (05/09/2023).

Screenshot 2023 09 05 20 23 28 80

Bahkan, lanjut Teddy, berdasarkan data Januari 2023 hingga Juni 2023 (Semester 1 Tahun 2023) yang diolah BRiNST dari Kementerian Perdagangan, tercatat bahwa ekspor timah dari Indonesia mencapai 31.876,56 MT, dimana sebagian besar ekspor tersebut berasal dari smelter swasta yang mencapai 23.570 MT, sedangkan selaku pemilik konsesi terbesar di Indonesia yakni PT Timah Tbk hanya mengekspor 8.307 MT saja.

“Oleh karna itu, RKAB yang dikeluarkan perlu dilakukan evaluasi. Dalam penerbitan RKAB tentunya harus berdasarkan pada tahapan eksplorasi yang benar, sehingga bisnis pertambangan yang adil dan bertanggung jawab dapat terwujud di Bangka Belitung,” jelasnya.

Selain itu, BRiNST juga menyoroti derasnya ekspor timah dari perusahaan smelter timah yang hanya memiliki IUP dibawah 10 ribu hektar.

Tentu kuota ekspor yang diberikan ini, lanjut Teddy, sangat erat kaitannya dengan persetujuan RKAB yang diberikan pemerintah melalui Dirjen Minerba Kementerian ESDM.

“Persetujuan yang semestinya harus ditinjau ulang, melihat indikasi korupsi yang terungkap akhir-akhir ini. (Misalnya-red) kasus korupsi pertambangan yang terjadi di wilayah IUP PT Antam, Blok Mandiodo, Konawe Utara, Sulawesi Tenggara (Sultra) bisa saja terjadi di Bangka Belitung,” terangnya.

Apalagi, tambah dia, dalam kasus tersebut RKAB yang diberikan oleh Kementerian ESDM kepada perusahaan swasta ternyata tanpa evaluasi dan verifikasi sesuai dengan ketentuan. Padahal, perusahaan itu tidak mempunyai deposit/cadangan nikel di wilayah IUP tersebut.

“Belajar dari kasus tersebut, RKAB Bangka Belitung perlu dilakukan peninjauan ulang. Riset yang dilakukan BRiNST, penambangan ilegal di konsesi PT Timah Tbk maupun hutan negara dinikmati oleh perusahaan-perusahaan yang tak patut mendapatkannya, akibat korupsi SDA tentunya akan merugikan masyarakat Babel, tak hanya dari sisi ekonomi tetapi juga dari sisi lingkungan yang tak bisa dipertanggung jawabkan,” pungkas Teddy.

Adapun dari hasil riset yang dilakukan, BRiNST menyimpulkan :

1. Harus adanya penindakan hukum untuk menghindari kerugian negara karna praktik penambangan timah secara Ilegal saat ini membuat semua orang leluasa mengambil timah tanpa pertanggungjawaban yang jelas;
2. Pemerintah Republik Indonesia melalui Kementerian ESDM harus melakukan evaluasi dan mengkaji ulang RKAB perusahaan pertambangan timah di Indonesia. Kasus dugaan korupsi pertambangan yang terjadi di wilayah IUP yang saat ini ditangani Kejati Sulawesi Tenggara karna penyederhanaan aspek penilaian RKAB, menjadi rujukan hukum atas kebijakan tersebut;
3. PT Timah Tbk perlu melakukan upaya pembenahan internal untuk selektif mengeluarkan kerjasama kemitraan dan mengawasi secara ketat kegiatan kemitraan yang menggarap wilayah produksi mereka, hal ini untuk meminimalisir kebocoran biji timah ke pihak lain.

(Jek)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *