BeritaDaerahNasional

Peta Kotak Kosong di Pilkada 2024: Bangka Belitung Menjadi Wilayah Paling Darurat 

Bagikan Berita

PANGKALPINANG,BERITACMM.COM

Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah untuk di Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) di Bangka Belitung (Babel) telah dinyatakan selesai. Meskipun di beberapa wilayah sempat di perpanjang selama 3 hari namun tidak merubah peta kotak kosong di Babel. 

Dosen Ilmu Politik Universitas Bangka Belitung (UBB) sekaligus Peneliti Yayasan Kalong Sebubong Indonesia, Ranto dalam analisanya, melihat fenomena peningkatan Kotak Kosong pada konstelasi Pilkada kali ini seperti sudah dirancang sejak awal.

Padahal, lanjut dia, Mahkamah Konstitusi telah mengeluarkan keputusan yang cukup menguntungkan bagi peserta pemilu untuk mengusung kadernya berkompetisi.

“Terlihat tidak memberikan efek apapun di daerah yang menyajikan Kotak Kosong. Sepertinya masing-masing partai politik sudah saling mengunci untuk daerah-daerah tertentu,” kata Ranto, dikonfirmasi media ini pada Rabu (11/09/2024).

Dikatakan dia, jika dilihat sebarannya dari basis-basis yang dimenangkan oleh Partai Politik di Pilkada 2020 maka PDI Perjuangan mendominasi sebanyak 17 daerah Kabupaten/Kota atau 41,46% dari total 41 wilayah yang melawan Kotak Kosong. 

Berikutnya Golkar menguasai 5 kabupaten (12,16%), PAN mengunci 4 daerah (9,75%), Gerindra, Demokrat dan PKB sama-sama menguasai 3 atau (7,31%) kabupaten/kota, PPP  2 kabupaten atau setara (4,87%). 

Nasdem menjadi satu-satunya yang menyajikan Kotak Kosong di level Provinsi. Terakhir, ada 3 daerah atau 7,31% yang berasal dari Partai Lokal serta calon independen.

“Selanjutnya, jika dilihat sebaran berdasarkan wilayah maka Provinsi Kepulauan Bangka Belitung menjadi penyumbang Kotak Kosong paling tinggi di Pilkada Serentak 2024 sebanyak 42,8% atau 3 dari 7 Kabupaten/Kota yang ada yakni Kota Pangkalpinang, Kabupaten Bangka dan Kabupaten Bangka Selatan. Semua daerah yang menyajikan Kotak Kosong di Bangka Belitung merupakan kantong suara PDI Perjuangan di Pilkada 2020 yang lalu,” beber Dosen Ilmu Politik UBB ini.

Berikutnya, Provinsi Kalimantan Utara yang menyajikan 40% atau 2 Kabupaten dari total 5 Kabupaten/Kota yang ada. Provinsi Lampung 20% wilayahnya dari total 15 Kabupaten/Kota.

Provinsi Sumatera Utara sebanyak 18,18% atau 6 Kabupaten dari total keseluruhan 33 Kabupaten/Kota yang ada.

Lalu, Provinsi Sulawesi Barat sejumlah 16,16% dari 6 Kabupaten/Kota yang ada di masing-masing Provinsi tersebut. Sedangkan, Provinsi Papua Barat dan Kalimantan Selatan memberikan kontribusi yang sama dari fenomena Kotak Kosong yang ada yakni 15,38 dari 13 Kabupaten/Kota yang ada di setiap provinsinya.

Selanjutnya, Jawa Timur menyumbangkan 5 Kabupaten/Kota dari total 38 Kabupaten/Kota atau 13,15% daerahnya. Provinsi Kepulauan Riau sejumlah 14,28% dari 7 Kabupaten/Kota yang ada. Provinsi Sumatera Selatan memiliki 2 daerah atau 11,7% dari total 17 Kabupaten/Kota yang ada.

Berikutnya, Provinsi Kalimantan Timur dan Provinsi Bengkulu menyumbangkan 10% dari jumlah keseluruhan 10 Kabupaten/Kota yang dimilikinya. Provinsi Jambi 9,09% dari 11 Kabupaten/Kota secara keseluruhannya. 

Bergeser ke daerah paling ujung sebelah barat Pulau Sumatera yakni Provinsi Nangroe Aceh Darussalam sejumlah 8,69% dari total 23 Kabupaten/Kota yang ada. Provinsi Jawa Tengah sebanyak 8,57% dari 35 Kabupaten/Kota. Provinsi Kalimantan Barat ada 7,14% dari total 14 Kabupaten/Kota yang ada. Provinsi Sulawesi Tenggara 5,88% dari 17 Kabupaten/Kota, Provinsi Sumatera Barat 5,26 dari 19 Kabupaten/Kota, Provinsi Sulawesi Selatan 4,16% dari 24 Kabupaten/Kota. Terakhir, Provinsi Jawa Barat 3,70% dari 27 Kabupaten/Kota.

“Pemeringkatan ini penting dilakukan untuk memudahkan banyak pihak dalam proses pemantauan wilayah-wilayah yang berpotensi sangat rawan terjadinya pelanggaran pelaksanaan Pilkada nanti. Pengawasan yang dilakukan di wilayah Kotak Kosong ini cukup rawan mengingat hanya ada satu poros politik yang berkompetisi sehingga lebih berpotensi terjadinya kecurangan yang dilakukan dengan cukup mudah karena minim pengawasan,” tuturnya.

Disamping itu, menurut Ranto, pemetaan ini cukup berguna untuk memotret potensi partisipasi politik masyarakat mengingat di Pilkada 2020 yang lalu angka partisipasi politik cukup rendah hanya 56,67% di Kabupaten Kutai Kartanegara. 

“Oleh karenanya, menghadirkan partisipasi politik menjadi pekerjaan tersendiri di wilayah-wilayah yang menyajikan Kotak Kosong,” jelas Ranto.

Tak hanya itu, dia menambahkan, bahwa catatan ini begitu penting untuk dijadikan bahan evaluasi pelaksanaan Pilkada di masa mendatang. 

“Tentu, kita tidak ingin peristiwa politik yang tidak bermanfaat ini yang sudah menyedot puluhan miliar uang kas daerahnya masing-masing menjadi perbuatan sia-sia dengan menyajikan fenomena kotak kosong,” ungkap Ranto.

Lebih jauh, Ranto juga menjelaskan, salah satu catatan kritis dari fenomena ini (kotak kosong-red) terhadap revisi Undang-undang Pilkada adalah tidak dibolehkannya ada pilkada jika hanya ada calon tunggal alias melawan kotak kosong. 

“Bukankah pemilihan lewat DPRD saja harus ada dua calon. Apa iya, dengan yang puluhan milyar, panitia Pilkadanya bisa mencapai ratusan orang, yang ada hanya calon tunggal. Ini sudah keluar dari jalur demokrasi lokal yang dicita-citakan oleh bangsa Indonesia,” tegas Ranto.

(Jek)

Sumber Foto : (Antara News/Darwin Fatir)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *