Ironi Pertambangan Timah Dilaut Sukadamai, Pahlivi : Itu yang Kami Khawatirkan Terjadi di Beriga
PANGKALPINANG,BERITACMM.COM
Panitia Khusus (Pansus) DPRD Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (Babel) mengaku kaget ketika melihat langsung eksisting Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah yang berada dilaut Sukadamai, Kabupaten Bangka Selatan, pada Senin (04/11/2024) kemarin.
Hal itu lantaran banyaknya Ponton Isap Produksi (PIP) yang siap beroperasi di kawasan tersebut, padahal berdasarkan izin kesesuaian kapasitas untuk beroperasi di laut Sukadamai hanya 40 PIP saja.
Demikian hal ini disampaikan oleh Ketua Pansus, Pahlivi Syahrun, ketika dikonfirmasi laman media ini, Selasa (05/11/2024).
“Secara faktual dilapangan kami melihat Ponton Isap Produksi (PIP) itu sangat banyak dan yang tampak itu justru yang ilegal. Jadi dititik yang kami kunjungi itu PT Timah itu memiliki PIP izin kapasitas sesuai daya dukung timahnya itu hanya 40 PIP, tapi kalo disana menurut keterangan PT Timah itu ada 200, tapi kalo menurut mitra ada 300 PIP-nya nah jadi mitra ini berkeluh kesah ke PT Timah karna kan mereka ini mitra legal ya,” ungkap Pahlivi.
Berdasarkan temuan tersebut, Pahlivi menilai, bahwa PT Timah tidak mampu mengendalikan PIP yang beroperasi di tambang laut, dan hal itu pula yang menjadi salah satu kekhawatiran DPRD Babel ketika PT Timah beroperasi di kawasan Laut Batu Beriga.
“Itu yang kami khawatirkan terjadi di Beriga, walaupun itu bisa saja nanti PT Timah membuat kendali ya di Beriga, tapi kendali di Sukadamai itu dengan tekad yang sama kuatnya juga tapi kan gak bisa,” beber Anggota DPRD Babel Dapil Bangka Tengah ini.
Temuan lain yang berhasil dirangkum oleh Pansus, lanjut Pahlivi, mengenai hasil produksi PT Timah yang hanya 2 ton perbulan dan dinilai tidak masuk akal dengan jumlah PIP yang beroperasi di kawasan tersebut.
“Produksi PT Timah hanya 2 ton perbulan, PIP (Milik PT Timah) 40, PIP ilegal tarohla ada 200, gak masuk akal kan, kalo PIP-nya 200 masak satu ons masing-masing menghasilkan (timah-red), Berartikan barang ini entah kemana keluarnya,” beber Politisi Partai Gerindra ini.
“Kalopun barangnya (timah-red) gak ada masa orang bertahan terus, artinya ada loses produksi atau kemungkinan menghilangan produksinya disitu, kalo menurut saya karna gak masuk akal kalo sebulannya hanya 2 ton. Jadi itu temuan kita, jadi ada sesuatu yang istilahnya berlawanan lah jadi ada kondisi yang sangat bertentangan, artinya produksi harusnya sekian dan ada tapi tidak ada sehingga ini tidak masuk akal,” sambung Pahlivi.
Temuan ketiga yakni kondisi sosial. Dalam hal ini, dikatakan Pahlivi, berdasarkan fakta dilapangan banyak warga pendatang atau bukan asli daerah Toboali yang menetap diri disana. Tentu hal tersebut sangatlah disayangkan, apalagi diketahui para warga pendatang ini tidak terdata dan telah mendirikan bangunan di wilayah itu.
“Jadi di pesisir itu banyak sekali pendatang yang tidak terdata, yang berdiam tidak terkordinir tapi membuat bangunan se-alakadarnya hingga bengkel, jumlahnya sudah ratusan,” beber Pahlivi.
Dinilai Tak Mampu Menindak Penambang Ilegal
Dengan maraknya penambang ilegal yang beroperasi di IUP milik PT Timah di Laut Sukadamai, Pahlivi mengungkapkan, bahwa pihak PT Timah juga mengaku kewalahan.
Namun dirinya merasa hal tersebut ‘Aneh’ karna jikalau memang merasa keberatan dengan jumlah produksi yang didapatkan seharusnya PT Timah melakukan tindakan bukan malah seolah-olah membiaran hal tersebut terjadi.
“Harusnya kan ada tindakan ternyata kan PT Timah tak mampu menindak, mitra pun meminta PT Timah untuk menindak tapi PT Timah tak mampu,” katanya.
Pahlivi juga menilai, keengganan pihak PT Timah untuk melibatkan beberapa pihak untuk melakukan penindakan dirasa sudah diluar ekspektasi.
Sehingga, apa yang dijanjikan dari sisi perbaikan lingkungan, seperti program CSR dan Reklamasi pasca tambang seolah-olah hanya sekedar janji-janji manis saja.
“Kan konsep PT Timah yang saat berbicara dengan kami akan menambang nanti ada CSR, ada reklamasi, namun ketika berjalan seperti Sukadamai itu kan jadi salah satu yang ironis menurut saya, jadi eksisting IUP PT Timah yang dikelola di Sukadamai itu contoh kondisi ironis pertambangan timah laut,” tegas Pahlivi.
Dalam mengatasi persoalan ini, Pahlivi juga berharap adanya komitmen dari seluruh stakeholder hingga lapisan yang paling bawah agar dapat bersama-sama memperbaiki tata kelola pertimahan di Babel.
Apalagi pasca kasus 300T, sehingga saat ini dirasa menjadi momentum yang tepat untuk menata ulang dan memberikan manfaat kepada masyarakat.
Disamping itu, kehadiran Pansus DPRD ini, lanjut Pahlivi, diharapkan menjadi trigger untuk membuat tata kelola timah ini bernilai dan memberi makna kepada masyarakat dan juga pemerintahan.
“Yang kaia gini harus dibenahi, kalo kita dengar pidato Pak Prabowo kemarin bahwa sumber kekayaan alam negara kita harus kita jaga agar bisa dimanfaatkan untuk membiayayi kehidupan rakyat yang memang membutuhkan dukungan kita terutama masyarakat miskin,” tukasnya.
(Jk)