Kemendagri Tetapkan Pulau Tujuh Milik Kepri, Babel Berpotensi Kehilangan DAU Hingga 200 Miliar
Pangkalpinang,BERITACMM.com
Polemik Pulau Tujuh yang menjadi sengketa kepemilikan antara Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (Babel) dengan Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) akhirnya menemui titik terang.
Berendus kabar bahwa Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) telah menetapkan Pulau Tujuh yang terletak paling utara Bangka Belitung ini sebagai milik Provinsi Kepulauan Riau (Kepri).
Hal Pulau Tujuh jatuh ke tangan Kepri ini pun disayangkan oleh DPRD Babel, salah satunya Fraksi Demokrat. Nico Plamonia Utama selaku Ketua Fraksi Demokrat sangat menyayangkan terbitnya Keputusan Kemendagri mengenai masuknya wilayah Gugusan Pulau Tujuh ke dalam Kabupaten Lingga, Kepri.
“Kami dari Fraksi Partai Demokrat sungguh sangat menyayangkan hal tersebut. Terbukti selama ini kerja-kerja dan lobi-lobi pemerintah daerah kita ternyata tidak cukup gigih dalam mempertahankan Pulau Tujuh,” ungkap Nico, Rabu (03/08/2022).
Untuk diketahui, Awal mula polemik, dimulai tahun 2000, Polemik kepemilikan Pulau Tujuh mencuat sejak dilakukannya pemekaran Kepulauan Bangka Belitung menjadi provinsi sendiri pada tahun 2000.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 27 tahun 2000 Pulau Tujuh masuk wilayah Kabupaten Bangka.
Kemudian pada pemekaran Kepulauan Riau pada Undang-Undamg 31 Tahun 2003 Pulau Tujuh juga tercatat masuk Kabupaten Lingga.
Dalam buku berjudul Kampoeng di Bangka, disebutkan jika Pulau Tujuh yang berada di utara Bangka, sejak lama menjadi jalur pelayaran strategis Nusantara.
Rute dagang itu dirintis sejak masa kerajaan Sunda pada abad ke-16, kemudian berganti dengan pengaruh Kesultanan Banten hingga akhirnya Kesultanan Palembang.
Pada abad ke-19 tepatnya tahun 1857, Pulau Tujuh atau disebut juga Chi-shu atau Kadjangan oleh pemerintahan Hindia Belanda dinyatakan masuk kerajaan melayu Riau, Lingga.
Adapun ketujuh pulau tersebut yakni, pulau Pekajang, Tukong Yu, Pasir Keliling, Penyaman, Lalang, Kembung dan Jambat.
Lanjut Nico, berpindahnya Pulau Tujuh ini berarti Babel kehilangan wilayah sekitar 50.000 Km2.
Dengan berkurangnya wilayah tersebut, maka berdampak kepada pengurangan Dana Alokasi Umum (DAU) yang jumlahnya cukup besar.
“Ada potensi kehilangan DAU antara 100 sampai dengan 200 miliar rupiah. Menurut hemat kami, hal ini tidak dapat dibiarkan begitu saja tanpa ada usaha-usaha untuk mempertahankan kedaulatan provinsi kita yang tercinta ini,” bebernya.
Ia juga meminta Pemprov Babel agar dapat mengerahkan segala upaya untuk memperjuangkan kembali eksistensi kedaulatan wilayah perbatasan ini.
“Kami meminta agar dikerahkan segala daya upaya dengan menempuh jalur-jalur hukum dan politik untuk memperjuangkan kembali eksistensi kedaulatan wilayah perbatasan kita,” tegas Ketua Komisi I ini.
(Jek)