BeritaDaerahEkonomi BisnisNasionalPemerintahan

Inflasi Babel Melejit Diangka 7,77%, Kepala Kanwil DJPb Angkat Bicara!

Bagikan Berita

Pangkalpinang,BERITACMM.com

Inflasi di Kepulauan Bangka Belitung (Babel) turut menjadi sorotan Presiden Joko Widodo, pada rapat Pengendalian Inflasi tahun 2022, di Istana Negara, Kamis (18/08/2022).

Pasalnya, Inflasi Babel pada Juli 2022 mencapai angka 7,77% yoy dan menjadi Inflasi tertinggi ke-3 sepulau Sumatera.

Berikut daftar 5 Provinsi dengan Inflasi tertinggi se-Sumatera, yakni Jambi dengan inflasi 8,55 persen, kedua Sumatera Barat dengan inflasi 8,01 persen, ketiga Babel dengan inflasi 7,77 persen, keempat Riau dengan inflasi 7,04 persen dan kelima Aceh dengan inflasi 6,97 persen.

Menyikapi hal ini, Kepala Kantor Wilayah Ditjen Perbendaharaan (DJPb) Babel, Edih Mulyadi menjelaskan bahwa inflasi hakekatnya adalah kondisi dimana pertumbuhan daya beli lebih cepat dibandingkan dengan pertumbuhan barang atau jasa.

Ataupun secara konsepsi ekonomi peningkatan demand tidaklah diimbangi dengan peningkatan supply.

Dikatakan Edih, memang ada beberapa faktor yang menjadi penyebab melejitnya Inflasi di Babel, salah satunya yakni kenaikan harga tiket pesawat.

“Jika dianalisis penyebab utama inflasi Babel pada bulan Juli adalah kenaikan harga tiket pesawat terbang,” kata Edih kepada beritacmm.com melalui telepon seluler, Kamis (18/08/2022).

“Kondisi ini disebabkan karena dua hal yaitu, dari sisi demand, karena terjadinya peningkatan permintaan seiring dengan meningkatnya indeks mobilitas masyarakat dan dari sisi supply karena meningkatnya biaya produksi dalam hal ini meningkatnya harga avtur,” lanjutnya.

Selain itu, menurut Edih, juga karena jumlah penerbangan yg lebih sedikit jika dibandingkan dengan kondisi sebelum pandemi Covid-19 ini.

Oleh karna itu, Ia pun menyarankan pemerintah khususnya Bangka Belitung agar meminta menambah frekuensi penerbangan untuk mengendalikan harga avtur, yang tentunya menjadi salah satu penyebab melejitnya Inflasi di Negeri Serumpun Sebalai ini.

“Untuk mengatasi hal tersebut diusulkan agar pemerintah mengendalikan harga avtur dan pemda segera meminta maskapai penerbangan menambah frekuensi penerbangan dari dan ke Babel,” imbuh Kepala Kanwil DJPb Babel tersebut.

Sebelumnya, usai mendengarkan melejitnya angka Inflasi di Babel, Penjabat (Pj) Gubernur Babel, Ridwan Djamaluddin langsung mewacanakan untuk mengadakan rapat internal dan membahas hal ini secara serius.

“Kita akan rapatkan pukul 13.30 WIB, dengan data dan angka dengan detail biar jelas dimana masalahnya. Saya anggap ini agak serius. Apa yang terjadi dengan Sumatera coba kita dalami,” kata Ridwan.

Ridwan menjelaskan, konteks Babel pada Juni 2022 lalu ketika pelantikan dirinya sebagai Pj Gubernur Babel, Bangka Belitung menempati nomor 1 posisi inflasi, namun dengan angka inflasi 6,79.

“Sekarang tidak lagi nomor 1 tapi angka nya meningkat 7,77 persen. Tadi presiden arahnya jelas satu kita tidak boleh bekerja secara rutinitas, kemudian gunakan data secara akurat kemudian berkerja sama dengan daerah-daerah lain dan kementerian terkait,” ujarnya.

Pihaknya, kata dia, akan menindaklanjuti membahas hal ini, guna memetakan dan mengetahui di mana masalahnya.

“Ini setengah 2 saya akan rapat dengan perangkat daerah terkait untuk memetakan itu, dimana masalah kita, supaya istilahnya trouble shot nya efektif. Tadi diungkapkan sementara diduga angkutan udara tiket pesawat mahal, kedua pangan,” ungkapnya.

Lanjut dia, kemudian lain-lain yaitu akan komunikasi dua hal, satu yang eksternal berkerjasama kementerian lembaga, akan tetapi tetap memperkuat internal .

“Kalo cabe mahal, selalu pikiran beli dari mana yang murah, kenapa kita gak berpikir kita tanam cabe. Hal-hal itu dihitung dengan angka dan upaya nyata. Itu saya kira arahan tegas Pak Presiden,” tutur Dirjen Minerba Kementerian ESDM RI ini.

Di kondisi real atau nyata di Babel, Ridwan ingin mengetahui secara persis apakah ada pada tataran makro penyebab besarnya masalah ini.

“Jadi bukan hanya kita mengobati sakit kecil-kecil misalnya cabe mahal tiket pesawat mahal. Masalah makro kita apa sih sebetulnya, apakah produktivitas kita di sini rendah, sehingga semua kebutuhan pokok dari didatangkan dari luar atau ada sebab lain,” bebernya.

(Jek)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *