BeritaDaerahKriminalNasional

Kejagung RI Beberkan Modus Tipikor di Sektor Pertambangan

Bagikan Berita

PANGKALPINANG,BERITACMM.com

Kejaksaan Agung (Kejagung) Republik Indonesia (RI) membeberkan beberapa modus Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) yang sering terjadi di sektor pertambangan.

Hal ini disampaikan langsung oleh Direktur Upaya Hukum Luar Biasa, Eksekusi dan Eksaminasi (UHLBEE) Jampidsus Kejagung RI, Dr Undang Mungopal, SH., M.Hum saat menjadi narasumber kegiatan Webinar Nasional BRiNST dengan tema ‘Dibalik Jor-Joran RKAB Timah dan Terungkapnya Korupsi SDA’ melalui Zoom Meeting, Senin (23/10/2023).

“Beberapa modus ini memang sering dilakukan, pertama tindak pidana melakukan pertambangan tanpa izin, dimana dalam pasal 158 UU Minerba yang menyatakan bahwa kegiatan penambangan tanpa izin dapat dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 tahun dan denda paling banyak Rp 100.000.000.000 (seratus miliar rupiah),” kata Undang Mungopal.

Kedua, lanjut Undang, tindak pidana menyampaikan data laporan keterangan palsu. 

“Ini keterangan seolah-olah benar padahal isi substannya tidak benar, ini biasanya (juga-red) sering dilakukan,” tuturnya.

Modus ketiga, tindak pidana melakukan operasi produksi ditahapan eksplorasi. Keempat, tindak pidana memindahtangankan perizinan kepada orang lain. Dan kelima, tindak pidana tidak melakukan reklamasi dan pascatambang.

Tak hanya itu, Direktur UHLBEE Jampidsus Kejagung RI ini juga membeberkan modus lain yang sering dilakukan dalam tindak pidana korupsi di sektor pertambangan.

Diantaranya yakni suap atau gratifikasi didalam izin usaha pertambangan. Dimana dalam hal ini, dikatakan Undang, berdasarkan undang-undang terbaru upaya suap dalam sektor pertambangan masuk dalam gratifikasi apabila yang menerimanya pejabat atau penyelenggara negara.

“Ini UU korupsi yang baru suap atau gratifikasi termasuk kedalam tindak pidana korupsi kalo yang menerimanya pejabat negara atau penyelenggara negara,” jelasnya.

Modus lainnya yakni pemanfaatan hutan secara ilegal untuk pertambangan, tidak dilakukan renegosiasi peningkatan nilai tambah dalam bentuk pengolahan dan pemurnian hasil tambang mineral dan batubara. Selain itu, manipulasi data ekspor sehingga berpengaruh terhadap PNPB negara.

“Ini sering terjadi seperti manipulasi data ekspor, tidak sesuai data itu sehingga berpengaruh terhadap PNBP,” sebut Undang.

Lanjut Undang, modus lainnya yaitu penyimpangan pada Domestic Market Obligation (DMO), perizinan tidak didelegasikan ke pemerintah pusat, mafia tambang terhadap becking-becking pertambangan ilegal tanpa izin dan terakhir rekomendasi teknis fiktif, berbelit-belit hanya sebagai formalitas.

“Kadang-kadang dilihat dari perizinan itu hanya copy paste saja tanpa didukung data yang akurat sehingga dalam hal ini negara dirugikan,” bebernya.

Lebih lanjut, dijelaskan Undang, bahwa saat ini dalam menangani Tipikor di sektor pertambangan tidak cukup dengan UU Tipikor saja. 

Namun juga harus berbasis dengan tindak pidana pencucian uang, sehingga dapat meminimalisir kerugian negara dan tidak hanya sekedar mempenjarakan saja.

Dimana hal ini, lanjut Dia, dipertegas didalam pasal 35 ayat (1) huruf k UU nomor 11 tahun 2021 tentang Kejaksaan RI, Jaksa Agung mempunyai kewenangan penerapan asas oportunis” menangani tindak pidana yang menyebabkan kerugian perekonomian negara dan dapat menggunakan denda damai dalam tindak pidana ekonomi berdasarkan peraturan perundang-undangan” yang selalu mengutamakan pengembalian kerugian negara.

“Saat ini paradigma di Jampidsus jika sudah tepat sasarannya langsung dilakukan penyitaan aset-aset tersangka, ini dalam rangka meminimalisir kerugian negara,” tegas Undang.

(Jek)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *