BeritaDaerahEkonomi BisnisNasionalPemerintahan

Babel Miliki Dua Lokasi ‘Harta Karun’ Untuk Carbon Trading

Bagikan Berita

Pangkalpinang,BERITACMM.com

Upaya Pemerintah dalam menekan emisi karbondioksida atau gas rumah kaca melalui Carbon Trading (Perdagangan Karbon), terus di gaungkan ke pelosok-pelosok daerah yang ada di Indonesia.

Melalui perdagangan itu, Pemerintah Pusat berharap nantinya tingkat emisi di bumi bisa berkurang serta meminimalkan dampak perubahan iklim secara Global.

Terkait hal tersebut, Peneliti dari Institut Pertanian Bogor (IPB), Dr Kastana Sapanli mengatakan, untuk di Bangka Belitung saat ini masih dalam tahap kajian atau persiapan survei pengumpulan data primer atau data pengumpulan titik lokasi hutan mangrove.

Namun kabar baiknya, dirinya mengungkapkan, Bangka Belitung juga berpotensi besar dapat melakukan Carbon Trading, hal itu dibuktikan dengan ditemukannya dua lokasi hutan mangrove di daerah Air Mendayung dan Tanjung Punai Kabupaten Bangka Barat dengan dengan total luas yang cukup besar yakni seluas 33.224,83 Hektar.

“Air Mendayung dan Tanjung Punai itu memang padat (hutan mangrove-red), kalo kita lihat itu harta terakhir yang ada di Babel, kita sudah cek keliling dari google earth hanya disitula yang saya lihat padat sekali,” ungkap Kastana, usai Focuss Group Discussion (FGD) bersama Bappeda Babel dan UBB sebagai persiapan survei pengumpulan data primer dalam konservasi mangrove di Bangka Belitung, Jumat (07/07/2023).

Akan tetapi, Kastana kembali menegaskan, bahwa Babel saat ini belum siap melakukan perdagangan karbon tersebut, lantaran belum melakukan pendataan terhadap jumlah hutan mangrove yang masih berpotensi dalam menyerap karbon.

Karna, lanjut Kastana, penjualan karbon tidak bisa dilakukan sembarangan, dan harus mengikuti mekanisme-mekanisme yang berlaku.

“Pemda Babel belum mendatabase itu sehingga belum bisa kita jual, dan pengumpulam database itu yang baru akan kita lakukan sekarang, kalo sudah memasuki database itu baru bisa kita klaim, gak bisa kita sembarangan menjual karbon,” jelasnya.

“Bahkan nantinya si pembeli ini akan mengirimkan evaluator-nya agar karbon yang perlu dijual dalam database itu sesuai dengan karakteristik yang dijual, sesuai dengan jumlah pohon yang akan menyerap karbon,” sambung perwakilan dari IPB ini.

Oleh karna itu, dirinya juga menghimbau, Pemda Babel nantinya harus menguatkan kebijakan tersebut dalam bentuk peraturan, sehingga keberadaan hutan mangrove ini dapat dipastikan masuk kedalam kawasan yang sesuai dengan aturan.

“Dari Pemda harus kita kuatkan dalam bentuk peraturan, sehingga nanti mangrove ini jelas tidak masuk kawasan IUP, tambang, ataupun lainnya, karna (pembeli-red) itu akan sampai tahap sana mereka melihat zonasinya,” jelas Katana.

Sementara itu dari sisi pengawasan, menurut Katana, Pemda Babel tidak bisa melakukannya sendiri dan harus melibatkan masyarakat sekitar.

Hal itu juga tentu harus mempertimbangkan kearifal lokal dan aturan dari adat masyarakat yang berada disekitaran hutan mangrove tersebut.

“Aspek kearifan lokal itu juga harus kita pastikan, masyarakat bisa dilibatkan untuk itu secara swadaya, karna jika hanya mengharapkan pemda untuk memonitor ya itu agak sulit ya, kalo bisa bekerjasama dengan masyarakat dan meyakinkan masyarakat agar tidak mengalihkan fungsi hutan mangrove tersebut. kadang hal seperti itu perlu didukung dengan adannya aturan adat lokal juga,” pungkasnya.

(jek)
Foto : BP Guide

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *